Mengungkap Misteri sejarah dan kekayaan alam terpendam di Gunung Kidul

Berikut kutipan sejarah yang perlu menjadi kajian , dari sebuah tempat yang bernama Kabupaten Gunung Kidul Jogjakarta

fosil goa gunung kidul ponjong

Gambar :Fosil di Gua Seropan, Ponjong, Gunung Kidul.
(Foto: Bagus Yulianto) SEJARAH PENGGALIAN ILMIAH
TERHADAP PENINGGALAN PALENTOLOGI DI GUA

Saya sudah beberapa kali muter-muter hunting di daerah Gunung Kidul Jogjakarta , baik misi saya pribadi untuk jalan-jalan santai maupun ikut nimbrung dengan para tim peneliti ,dan menemukan banyak hal-hal yang membuat saya takjub geleng-geleng .

Tapi karena saya tidak memiliki basic pengetahuan dalam hal sejarah maupun arkeologi, maka hanya bisa meng-iya kan apa-apa yang telah di temukan dan di kaji para peneliti. Bersosialisasi dengan masyarakat pedesaan Gunung Kidul benar-benar memberikan nuansa kehidupan asli nusantara pada masa lalu, Itulah salah satu faktor yang menarik buat saya, selain faktor ke-unikan alamnya.

Silahkan donwload disini, sebuah Ebook tentang sejarah yang terpendam di Gunung Kidul ini : Download dan ini Download

Dan berikut sekelumit kisah fakta:

Saya kutip dari tulisan Sdr.Sunu Widjanarko

Intisarinya : Gunung Kidul Kaya Banget Air !!

HARTA TERPENDAM DI GUNUNG KIDUL SATU PER SATU DIKETEMUKAN

Kabar ini tentu mengejutkan banyak pihak. Termasuk Pemerintah Daerah sendiri yang belum pernah merasa adanya laporan tentang ditemukannya harta terpendam tersebut. Harta tersebut sebenarnya ditemukan oleh warga masyarakat sendiri dengan dibantu pihak-pihak dari luar wilayah, Kabupaten Gunung Kidul, bahkan juga orang-orang dari luar negeri. Bahkan sebenarnya harta tersebut sudah dimanfaatkan dengan sebesar-besarnya untuk masyarakat ,ini bukan cuma kata peneliti tapi masyrakatnya sendiri yang mengakui saya tanya langsung. Tidak lain adalah "emas putih", yang berupa aliran sungai bawah tanah (s.b.t), yang mengalir di gua-gua di Kabupaten Gunung Kidul. Jumlah aliran tersebut tidak terbayangkan sebelumnya, paling tidak sampai tahun 1982, dengan datangnya ahli hidrogeologi dan speleologi dari Inggris atas undangan Departemen Pekerjaan Umum saat itu. Harta terpendam lainnya adalah berupa keindahan ornamen gua, fosfat, dan mineral kalsit. Dan yang saat ini banyak diincar adalah sarang burung walet.


"Emas Putih"

Bagi masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Gunung Kidul, memang layak jika ketersediaan air dianggap sebagai harta yang nilainya sangat besar dibandingkan emas sekalipun. Karena harta ini tidak akan bisa habis, jika dikelola dengan baik dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merusak siklusnya. Bahkan warga masyarakat sendiri lebih menyukai jika jaringan distribusi air dapat berkembang masuk ke sampai pedesaan yang terpencil dari pada jaringan listrik.

Bisa dibayangkan jika air yang dulu hanya bisa diambil dengan menggunakan tangga-tangga bambu dan tali plastik dengan menentang maut menyusuri gua-gua, terkadang harus menghirup gas beracun dan oksigen tipis. Sekarang dapat dinikmati hanya dengan membuka keran dari saluran-saluran perumahan. Suatu temuan harta terpendam dan karunia dari Tuhan yang tak terkirakan. Sebenarnya, seberapa banyak harta terpendam yang sebenarnya dimiliki oleh warga Gunung Kidul ? Dari air tanah yang ada di sistem Gua Bribin-Baron saja, adalah: 5.684 liter per detik. Jika saja 1 liter per detik cukup untuk mencukupi kebutuhan 1000 orang per hari, maka dari sistem Bribin-Baron saja cukup untuk lima juta jiwa! (Bambang Soenarto, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Sumber Daya Air, Bandung).
Suatu angka yang fantastis bagi masyarakat yang mendiami kawasan yang selama ini dikenal sebagai kawasan yang kering kerontang. Sistem Bribin-Baron ini tidak sendirian. Masih ada lagi gua-gua lain yang dialiri sungai bawah tanah cukup besar, bertebaran di kawasan Gunung Sewu yang berada dalam wilayah Kebupaten Gunung Kidul. Misalnya gua Jomblang di desa Karangasem, Kecamatan Ponjong. Yang termanfaatkan baru sedikit sekali, sekitar dua liter per detik. Yaitu di lorong bagian atas saja, dan hanya kurang dari 25 meter di bawah permukaan tanah.

Padahal jauh di bawah sana, di kedalaman sekitar 130 meter, terdapat aliran yang jumlah debitnya puluhan kali lipat. Dan dari penelitian, bahwa akhirnya aliran di gua ini juga melewati gua Bribin. Gua Ngobaran di desa Kanigara, Kecamatan Saptosari, mensuplai 68.700 jiwa dengan memanfaatkan 70 lt/detik saja, itupun memang tidak semuanya dimanfaatkan. Dan yang akhir-akhir ini cukup besar diusahakan, adalah sungai bawah tanah yang mengalir di Gua Seropan, Desa Gombang. Direncanakan dari gua ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekitar 230.000 jiwa, sekalipun sekarang baru memenuhi sekitar 68.000 jiwa. Belum lagi gua-gua berikutnya yang ditemukan oleh berbagai kelompok pencinta alam dan kelompok speleologi di Yogyakarta.

Disamping itu sudah banyak yang dilakukan oleh Proyek Pengembangan Air Baku (dahulu Proyek Pengembangan Air Tanah) untuk mengatasi kekeringan dengan pemanfaat aliran air bawah tanah tersebut. Dengan melaksanakan pembangunan pengangkatan air tanah dan mendisitribusikan ke tempat-tempat yang strategis. Disamping itu juga beberapa kali juga melakukan kegiatan survai sungai bawah tanah dengan beberapa MAPALA di Yogyakarta.

Diyakini masih banyak sistem-sistem sungai besar yang lain, yang berterbaran di wilayah Gunung Kidul. Terbukti masih banyak temuan-temuan sungai bawah tanah oleh para penelusur gua yang tergabung dalam berbagai kelompok pencinta alam. Lantas, dimana hulu sungai-sungai bawah tanah itu? Sebenarnya sulit menentukan suatu titik awal dari sebuah aliran sungai bawah tanah yang dianggap sebagai hulu (pethit). Namun mungkin lebih tepat bahwa harus diperhitungkan apa yang disebut dengan daerah pengaliran sungai (dps). Dari hasil penelitian, dps sungai bawah tanah yang mengalir di Gua Bribin adalah dimulai dari sekitar Kecamatan Ponjong bagian utara, memanjang ke arah Selatan. Sedangkan untuk sungai bawah tanah di Gua Seropan, belum diketemukan.

Namun dilihat dari ilmu speleologi, dugaan kuat adalah juga dari sekitar Kecamatan Ponjong. Sedangkan untuk s.b.t di Gua Ngobaran, dugaan sementara adalah daerah-daerah disebelah utara dan barat laut. Daerah sekitar Ponjong, sangat besar pengaruhnya terhadap sistem tata air di kawasan Karst Gunung Kidul ini. Banyak mata air dan munculan sungai bawah tanah yang muncul di kawasan ini, seperti misalnya Sumber Beton, sumber Gedaren, sumber Ponjong, Gua Nggremeng, di daerah tinggian sekitar Sawahan. Kemudian menjadi sungai permukaan dan mengalir di sepanjang bagian bagian utara ke arah barat, akhirnya bermuara di Sungai Oya.
Sepanjang pengalirannya banyak dimanfaatkan untuk irigasi dan aktifitas manusia yang lainnya. Sungai Oya sendiri juga mempengaruhi daerah yang cukup luas, karena panjangnya aliran, bahkan sampai ke Kabupaten Bantul bagian Timur dan Selatan. Bisa dibayangkan betapa luas daerah yang dipengaruhi oleh Kecamatan Ponjong ini. Sedangkan aliran air yang melewati bawah tanah, mengalir kearah selatan, dan sebagian melewati Gua Bribin, Gua Seropan, Gua Grubug, dan masih banyak gua lagi. Hasil penelitian hidrogeologi mulai tahun 1982, telah menunjukkan bahwa sebagian sungai bawah tanah mengalir ke arah selatan dan bermuara di Samudera Indonesia, baik yang muncul sebagai gua-gua, misalkan Gua Bekah, ataupun muncul dibawah permukaan air laut, misalnya di Pantai Baron dan Pantai Ngrenean.


Keindahan Gua

Perjalanan air saat melewati celah dan lapisan batugamping, sambil melarutkan batu gamping yang terdiri dari senyawa penyusun utama kalsium karbonat (CaCO3), sehingga air menjadi mengandung kalsium karbonat. Air celah ini yang kemudian muncul menetes dari atap-atap gua, dan meninggalkan partikel kalsium karbonat tersebut di atap, dan proses ini berlangsung terus menerus dan tumbuh menjadi apa yang disebut stalactite. Karena perbedaan kadar kalsium karbonat dan bentuk rekahan, antara satu kawasan dengan kawasan lain, menyebabkan stalactite tersebut bisa berbeda-beda bentuk. Sebagian tetesan air tersebut menetes sampai ke lantai, kemudian menguap sambil meninggalkan senyawa kalsium karbonat tadi. Dan tinggalan kalsium karbonat tersebut tumbuh makin tinggi dan disebut stalagmite. Jika suatu saat, stalactite dan stalagmite tersebut bertemu akan menjadi bentuk tiang dari lantai sampai atap yang disebut pilar atau column.

Ornamen-ornamen yang terjadi akibat tetesan air ini disebut batu tetes atau drip stone. Jika air celah dan air perlapisan tersebut muncul dari dinding-dinding gua, dan meninggalkan kalsium karbonat tersebut menjadi berbagai ornamen gua yang sangat unik dan indah. Seperti misalnya bentuk seperti payung (disebut canopy), gordyn, karena memang teksturnya berlengkok-lengkok seperti gorden yang sedang menggantung. Kelompok ornamen jenis gua ini disebut batu alir (flow stone). Keindahan dalam gua inilah yang menarik perhatian orang untuk mencoba mengunjunginya, dan menjadi salah satu harta terpendam Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini menjadi suatu obyek wisata minat khusus yang potensial.


Fosfat Guano

Sementara itu, harta yang lainnya yang bernilai adalah fosfat guano yang terdapat di lantai gua. Fosfat guano ini terdiri dari senyawa P2O5 yang banyak membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Pupuk yang menggunakan fosfat sebagai salah satu senyawa penyusunnya terbukti sangat baik. Selain itu sosfat dapat sebagai bahan bubuk mesiu. Fosfat guano ini terjadi dari endapan kotoran (tahi) kelelelawar.

Endapan ini bertumpuk dan tertimbun dalam jangka waktu yang relatif lama. Bukan kotoran kelelawar yang fresh (masih baru). Sedangkan jenis kelelawar yang dapat menghasilkan fosfat guano yang baik mutunya, adalah jenis kelelawar pemakan serangga misalnya species hipposideras diadema.


Laboratorium Penelitian

Gua dapat diambil manfaatnya sebagai sebuah laboratorium. Bayangkan saja, untuk menemukan jenis tanaman apa yang cocok untuk kawasan karst, WANAGAMA butuh bertahun-tahun untuk melakukan penelitian. Karena memang sekarang tidak diketahui jenis tanaman endemis yang dahulu pernah ada di kawasan karst Gunung Kidul ini. Sedangkan di Serawak dan semenanjung Malaysia, para ahli kehutanan cukup dengan melakukan penelitian palinologi sedimen gua atau sedimen di dasar-dasar luweng. Akan dapat lebih mudah dan singkat melacak jejak sejarah jenis tumbuhan dari endapan yang ada di lantai-lantai gua, karena endapat tersebut sebagian besar hasil pengendapan erosi dari permukaan tanah yang kemungkinan besar juga membawa unsur-unsur kehidupan masa lalu.

Dan lagi, ada laporan bahwa di beberapa lokasi di Gunung Kidul ditemukan peninggalan jaman prasejarah. Salah satunya adalah di Gua Braholo (Kecamatan Karangmojo) melengkapi temuan-temuan yang ada di Gelaran, Sokoliman, Bleberan, Munggur, Gondang, Gunungbang, Kajar, dan Wonobudo. Dan ini melengkapi pula dugaan para ahli bahwa untuk daerah yang lebih luas lagi, yaitu kawasan karst Gunung Sewu atau bagian selatan Pulau Jawa, gua-gua di kawasan ini telah menjadi hunian manusia sejak 10.000 tahun yang lalu.

Terbukti ditemukan juga peninggalan di gua-gua di Pacitan, Ponorogo, Tulungagung, dan Jember. Dan ternyata kerangka manusia atau peninggalan tersebut bukanlah nenek moyang masyarakat Jawa sekarang ini. Karena diperkirakan adalah ras Mongolia dan Austromelanised yang sekarang sudah punah. Temuan-temuan kerangka binatang jenis Tapirus dan Rhinoceros, di pinggiran utara oleh von Koeningswald pada tahun 1935 yang berumur Plestosin Tengah, menunjukkan bahwa Gunung Sewu pada saat itu merupakan kawasan basah yang berhutan lebat. Dan tidak heran, bahwa jenis tumbuhah yang besar pun masih banyak ditemukan di dasar-dasar luweng besar, seperti misalnya di Luweng Jomblang, Desa Pacarrejo, Semanu. Di beberapa gua, para penelusur gua masih sering menemukan kerangka binatang, tinggal menunggu para ahli paleontologi untuk mengungkap jenis dan menentukan umurnya. Bentang alam karst yang ada di bagian selatan, mencirikan bentuk yang khas tipe karst tropikal dan langka.

Tipe ini sangat spesifik dan memiliki nilai estetik geomorfologi yang sangat tinggi sehingga para ahli menjulukinya tipe karst Gunung Sewu. Tidak heran, jika para ahli geologi, geomorfologi, dan speleologi, mengunjungi daerah ini dan melakukan penelitian-penelitian yang terkait. Karena kekhasan dan uniknya, maka banyak lembaga yang mengusulkan bahwa kawasan ini untuk ditetapkan kawasan konservasi bahkan sampai dengan status World Heritage (Warisan Dunia), seperti juga Gua Mammoth di Kentucky, Amerika Serikat. Beberapa penelitian biospeleologi yang telah dilakukan oleh kalangan akademisi, telah membuktikan peran yang sangat besar dari gua-gua ini sebagai hunian jenis fauna yang berperan besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem di luar gua. Sehingga manusia yang mendiami kawasan ini pun secara tidak langsung memperoleh manfaat yang sangat besar. Sekalipun seringkali mereka tidak mengetahuinya.


Penyangga Ekosistem

Salah satu fungsi gua-gua adalah sebagai penyangga ekosistem. Sebenarnya ekosistem dipermukaan banyak dikendalikan oleh keberadaan gua-gua. Dari salah satu saja biota yang hidup di gua, kelelawar misalnya, sudah menunjukkan seberapa besar fungsi gua sebagai penyangga ekosistem. Kelelawar adalah jenis binatang yang yang hidup di zona peralihan (trogloxene habitual). Dan dia melakukan aktifitas mencari makanan diluar gua. Ada jenis kelelawar yang dalam kehidupanya sehari-hari potensial sebagai penyerbuk bunga tumbuhan tertentu, hingga memberikan andil dalam pelestarian hutan dan buah-buahan, jenis kelelawar ini mempunyai nama Latin eonicteris spelaea. Kelelawar jenis lain adalah pemakan serangga, yang beberapa diantaranya adalah pemakan larva hama wereng.


Penyakit Potensial di Kawasan Karst

Masalah berbagai penyakit yang tidak terdata di lembaga-lembaga studi penyakit, dan itu mungkin terjadi di kawasan karst Gunung Kidul. Harap diwaspadai kemungkinan banyaknya penderita penyakit batu ginjal. Hal ini bisa diakibatkan oleh mengkonsumsi air-air dari gua yang banyak mengandung zar kapur. Penyakit lain yang mungkin dapat timbul adalah histoplasmosis paru-paru. Penyakit ini disebabkan terhirupnya spora histoplasmosis capsulatum dari udara yang tumbuh di guano kelelawar atau walet. Penyakit lain yang mungkin dapat timbul adalah weil (leptospirosis) akibat terkontaminasinya sumber air oleh air kencing binatang pengerat penghuni gua-gua dan mengandung baksil leptospira.

Selama ini elum ada penelitian yang menghubungkan antara tingginya angka bunuh diri di beberapa wilayah kabuaten gunung kidul dengan mikroelemen di kawasan itu yang memegang peranan penting dalam patogenesis penyakit maupun kelainan sosial. Hal yang positif yang perlu diteliti adalah; sebab musabab tingginya angka harapan hidup di Kabupaten Gunung Kidul, juga rendahnya angka penderita anemia.

Memang lebih tepat jika diistilahkan harta temuan. Karena memang ketersediaanya bukan merupakan hasil usaha kita sendiri sebelumnya. Tinggal menemukan dan menggali saja. Harta yang terpendam itu, satu-persatu sudah termanfaatkan. Kebijaksanaan, yang mungkin dapat dimiliki semua orang, adalah merupakan landasan cara pemanfaatan karunia tersebut. Kehidupan jangka pendek atau jangka panjang, adalah ditentukan oleh keputusan yang hidup saat ini. Akankah anak cucu kita akan kita beri peninggalan ataukah tidak, juga tergantung kepada kita sendiri.


0 comments :

Post a Comment